pertama-tama semua pemain bersepakat untuk memilih dua orang di antara mereka yang cenderung memiliki kekuatan, ketinggian dan besar badan yang sama untuk mejadi petani. Kedua petani ini segera menyingkir dari kelompok permainan ini untuk berunding mengenai nama-nama yang diambil dari istilah pertanian, missal A memilih nama jagung dan B memilih nama kacang. Kemudian kedua petani berdiri berhadapan dengan kedua tangan diangkat ke atas dan kedua telapak saling ditempelkan sehingga membentuk seperti pintu gerbang. Kedua telapak tangan mereka saling bertepuk tangan sambil menyanyikan ancak-ancak alis. Lirik lagu ini di masing-masing daerah Jawa terjadi perbedaan. Lirik lagu tersebut di wilayah Yogyakarta adalah:
Ancak-ancak alis
si alis kabotan kidang
anak-anak kebo dhungkul
si dhungkul bambang tego
tego rendheng ,enceng-enceng gogo beluk
unine pating jerapluk
ula apa ula dumung
gedhene salumbung bandhung
sawahira lagi apa,wong deso?
Anak-anak yang lain berdiri urut memanjang diawali dari yang terbesar badannya, sambil memegang ujung baju teman yang berada di depannya, lalu berjalan berkeliling. Ketika lagu berakhir pada kata “Sarahira lagi apa, wong desa?”, barisan tersebut berada di samping kedua petani. Pemain yang terdepan menjawab pertanyaan tersebut dengan “lagi ngluku ( sedang membajak)”.
Kemudian kedua petani menyanyikan lagi lagu ancak-ancak alis, dan pemain lainnya mulai berjalan berkeliling lagi. Bila lagu sudah selesai pada akhir kalimat, maka sudah pemain paling depan harus menjawab dengan jawaban nama-nama tahapan dalam menanam padi. Demikian seterusnya berulang-ulang. Ketika mendapat jawaban “lagu wiwit ( baru menuai )’, anak yang paling belakang segera berlari keluar dari barisan untuk mengambil daun-daunan yang berada di sekitar tempat permainan, dan segera menuju ke barisan semula, lalu disusul oleh kedua petani yang berada di barisan paling depan.
Barisan segera berjalan berbelitan membentuk angka delapan sambil menyanyikan :
menyang pasar kadipaten leh olehe jadah manten,
menyang pasar ki jodog, leh olehe Cina bidhung
Setelah itu kedua petani berdiri dengan tangan membentuk terowongan sambil menyanyikan lagu ancak-ancak alis, dan para pemain berdiri dalam satu barisan melewati terowongan tersebut sambil menjawab “lagi panen (sedang panen)”. Anak yang tertangkap terowongan ditanya, “Kali ini akan menanam apa, kacang atau jagung?”. Jika memilih jagung maka harus berada di belakang petani A, dan jika memilih kacang berada dibelakang B (menjadi pengikut si B). Demikian seterusnya hal ini diulang-ulang sampai pada pemain terakhir dalam barisan, petani menyanyikan lagu “dikekuru, dilelemu,dicecenggring,digegiring”.
Kemudian kedua petani mengurung anak tersebut dengan kedua tangannya sambil berkata: “kidang lanang apa wadon, yen lanang mlumpata, yen wadon mbrobosa”. Anak tersebut berusaha keluar, dan diminta memilih salah satu petani. Petani yang mempunyai anak dibelakangnya lebih banyak, dianggap menang. Penentuan menang kalah dapat juga dilakukan dengan cara adu kekuatan, yaitu tarik menarik antara kedua petani dengan dibantu oleh anak semang masing-masing.
Setelah membaca tulisan diatas gimana sahabat? Permainan ancak – ancak Alis nggak kalah asyik kan dengan ular naga!! Kalau di tanya bedanya dengan permainan Ular Naga Cuma pada lagu dan permainan lebih panjang permainan Ancak-ancak Alis.
Di daerah lain ada juga yang diakhiri dengan permainan tarik tambang. setelah semua tertangkap dan terbagi dua berdasarkan pilihan masing masing, maka akan di lanjutkan dengan tarik tambang.
0 komentar:
Posting Komentar